8/27/2012

SUBHANALLAH: Nikmat berbakti kepada orang tua.

Nabi Sulaiman adalah anak kepada Nabi Daud A.S. Sejak kecil lagi Nabi Sulaiman sudah pandai memberi pendapat yang adil dalam satu-satu hal. Setelah wafatnya Nabi Daud, Nabi Sulaiman membesarkan kerajaan di bawah pimpinannya. Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengadakan perjalanan bersama rombongannya yang terdiri daripada manusia dan jin. Tujuannya adalah untuk melihat kebesaran Allah S.W.T. Perjalanan mereka pun tiba di tepi laut, tiba-tiba Nabi Sulaiman terpandang suatu benda yang menakjubkan di dalam laut. Dia memerintahkan pada jin Ifrit, “Wahai Ifrit, cuba kamu lihat ke dalam laut, ada suatu benda yang menakjubkan aku, oleh itu kamu bawakan ia kemari”. Jin Ifrit yang sememangnya gagah tak banyak bercakap kerana takut akan murka Nabi Sulaiman dan terus menyelam ke dasar laut, namun dia tidak berjumpa apa-apa. Kemudian Nabi Sulaiman menyuruh jin yang lain menyelam untuk mendapatkan benda terbabit, namun malangnya jin tersebut pun gagal berbuat demikian. Akhirnya Nabi Sulaiman pun berkata kepada Ashif bin Barkhiya, yakni orang yang mendapat ilmu terus dari Allah, “Sekarang aku perintahkan kepadamu agar pergi ke laut dan dapatkan benda ajaib yang aku maksudkan”. Ashif bin Barkhiya pun menyelam dan terlihat suatu benda yang menyerupai kubah yang diperbuat dari kapur putih. Dengan kekuatan yang luar biasa, Ashif bin Barkhiya membawa naik kubah ajaib tersebut dari dasar laut dan mempersembahkan kepada Nabi Sulaiman. Apabila Nabi Sulaiman melihat kubah itu dan berkata, “Wah, alangkah indahnya benda ini, tapi mengapakah aku tidak dapat melihat isi kandungan dalam benda ini padahal Allah telah memberikan mukjizat yang mana penglihatanku dapat menembusi segala sesuatu”. Nabi Sulaiman pun berdoa kepada Allah supaya dia dapat melihat isi di dalam kubah berkenaan dan Allah memperkenankan doanya. Sejurus selepas berdoa, maka terbukalah kubah tersebut dan Nabi Sulaiman melihat ada seorang pemuda yang sedang sujud dan bertasbih memuji Allah. Nabi Sulaiman lalu berkata, “Maha suci Allah lagi Maha Besar”. Mendengar seruan Nabi Sulaiman, maka pemuda itu pun bangun dari sujud lalu memberi salam. Nabi Sulaiman menjawab salam dan memulakan pertanyaan, “Siapakah kamu wahai pemuda! Adakah kamu malaikat, jin atau pun manusia?” Jawab pemuda itu, “Aku hanyalah seorang manusia biasa”. Nabi Sulaiman bertanya lagi, “Apakah yang membuat kamu memperolehi kemuliaan sedemikian rupa? Apakah amal yang pernah engkau kamu lakukan sehingga Allah menurunkan rahmat dan berkah yang tidak ternilai ini kepada kamu?” Pemuda itu berkata, “Saya berbakti kepada kedua ayah dan ibuku”. Nabi Sulaiman bertanya lagi, “Bagaimanakah kamu berbakti kepada orang tuamu?” Jawab pemuda itu, “Saya memelihara mereka berdua sehingga mereka lanjut usia. Kedua ayah dan ibuku adalah orang yang soleh, mereka sangat takut dan taat kepada Allah. Sejak saya kecil hingga dewasa, mereka memelihara saya dengan baik sekali, mereka juga selalu mendoakan saya agar saya menjadi seorang yang soleh. Bapa saya meninggal dunia dalam usia lanjut dalam pemeliharaan saya dan yang tinggal hanya ibu saya yang sudah tua, lemah dan sakit serta matanya buta dan kakinya lumpuh”. Sambung pemuda itu lagi, “Saya satu-satunya orang yang merawat dan menguruskan keperluannya. Saya selalu mengangkatnya untuk mandi dan saya memandikannya. Segala urusan makan dan minum saya uruskan dan saylah yang menyuap makanan padanya. Ibu saya selalu mendoakan supaya saya dikurniakan ketenangan dan kepuasan dalam hidup serta memberikan saya setelah wafatnya sebuah tempat yang bukan di dunia atau pun di langit. Setelah ibu saya wafat, saya berjalan-jalan di tepi laut dan saya lihat ada suatu kubah dari mutiara. Saya mendekati kubat tersebut dan pintu kubah terbuka. Apabila saya masuk ke dalam, pintu kubah ini tertutup, maka tidaklah saya ketahui sama ada saya berada di bumi atau langit”. Nabi Sulaiman bertanya, “Kamu hidup di zaman mana?” Pemuda itu menjawab, “Saya hidup di zaman Nabi Ibrahim A.S”. Nabi Sulaiman mengirakan umur pemuda tersebut dan dalam kiraannya umur pemuda itu telah mencapai 14,000 tahun, tetapi tiada satu uban pun pada rambutnya. Nabi Sulaiman lalu bertanya, “Apakah tuan merasakan nikmat Allah? Bagaimana Allah memberikan rezeki padamu dalam kubah ini?” Pemuda itu berkata, “Setelah saya berada di dalam kubah ini, maka tahulah saya bahawa Allah telah menciptakan syurga khusus buat saya”. Nabi Sulaiman teringin sangat melihat syurga yang pemuda itu katakan. Kemudian pemuda itu pun berdoa kepada Allah lalu susana di dalam kubah yang gelap tiba-tiba bertukar menjadi terang-benderang. Terkejut Nabi Sulaiman sambil berkata, “Maha suci Allah seru sekian alam”. Satu pemandangan yang tak ada di dunia ini terpampang di hadapan Nabi Sulaiman dan rombongannya di mana terdapat pokok-pokok, kebun yang indah, kolam air susu dan madu serta suara-suara yang merdu di dalamnya. Pemuda itu berkata, “Jika saya lapar, saya makan bermacam-macam buah-buahan yang pelbagai macam cita rasa, semua makanan yang saya ingin akan tersedia dan kalau saya haus, akan tersedia pula bermacam-macam jenis minuman yang paling lazat”. Nabi Sulaiman bertanya lagi, “bagaimana kamu dapat mengetahui siang atau malam?” Jawab pemuda itu, “Apabila terbit fajar maka kubah ini akan menjadi putih dan apabila matahi terbenam kubah ini akan menjadi gelap”. Kata pemuda itu lagi, “Cukuplah, sebab saat ini saya harus mengadap kembali pada Allah untuk solat dan zikir, bertasbih dan mengsucikan serta memuji kebesaranNya”. Nabi Sulaiman dan rombongannya segera keluar dari kubah tersebut dan pemuda itu berdoa kepada Allah, lalu tertutuplah kembali kubah itu. Nabi Sulaiman termenung sejenak memikirkan peristiwa yang dilihatnya sebentar tadi dan mengarahkan Ashif bin Barkhiya untuk membawa kubah tersebut kembali ke dalam laut di tempat asalnya. Setelah itu Nabi Sulaiman berkata kepada rombongannya, “Untuk pertama kali aku menjumpai tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah, aku bersyukur kepada Allah dan semoga bertambah iman dalam sanubariku. Maha suci Allah dan segala puji bagi Allah dan aku bersaksi bahawa tiada tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar dan tiada daya dan kekuatan apa pun di dunia ini melainkan dengan kehendak Allah S.W.T”.

8/15/2012

LAWAK: Nak Cerita Pun Malas

Pada masa dahulu, ada sebuah kampung di mana semua rakyatnya amat rajin belaka tidak ada yang malas. Jadi pada suatu hari, rajanya membuat pengumuman hendak mencari seorang yang malas. Semasa perhimpunan itu, adalah seorang lelaki mengaku, katanya, “Patik adalah yang paling malas.” Raja pun bertanya, “Apa tahap malas tuan hamba?” Lalu jawab lelaki tersebut, “Kalau patik hendak makan, ada orang yang suapkan patik.” Tiba-tiba datang seorang lelaki lagi lalu berkata, “Patik lebih malas lagi daripada dia tuanku.” Tuanku pun bertanya kepadanya, “Sampai mana pulak tahap malas tuan hamba?” Maka jawabnya, “Kalau patik makanpun, sampai ada orang tolong kunyahkan.” Maka raja pun terdiam seketika. Tanpa disangka-sangka datang seorang budak lelaki kepadanya sambil berkata, “Patik adalah yang paling malas tuanku.” Raja pun bertanya, “Bagaimana pula tahap kemalasan kamu si budak?” Budak itu pun menjawab, “Nak cite pun malas.

8/10/2012

Tak Ada Yang Abadi, Ini Pasti Berlalu

oleh MUHAMMAD BAIQUNI Seorang bijak pernah meminta kepada seorang tukang cincin untuk mengukirkan sebuah kalimat pada bagian dalam cincin orang bijak tersebut, kalimat itu adalah: “tak ada yang abadi, ini pasti berlalu” Setelah cincin tersebut selesai diukir, orang bijak itu kembali melanjutkan perjalanannya. Dalam perjalanannya itu dia mulai bekerja sebagai buruh pada sebuah perusahaan besar yang dimiliki orang terkaya di kota itu. Orang bijak itu tekun bekerja malah lebih tekun dari kebanyakan buruh yang lainnya. Seorang pekerja bertanya kepadanya, “mengapa kau bekerja dengan demikian giat padahal gaji dan kehidupan kita tidak akan berubah dengan bekerja lebih giat. Bekerjalah sesuai dengan apa yang mereka bayarkan untuk kita.” Orang bijak itu tersenyum dan cuma berkata, “ini pasti berlalu.” Selang beberapa puluh tahun, perusahaan itu bangkrut. Orang kaya yang dulu menjadi pemilik perusahaan itu jatuh miskin dengan hutang yang menumpuk di mana-mana. Orang bijak itu, dengan uang yang selama ini ditabungnya mencoba membeli perusahaan itu, karena sudah jatuh bangkrut orang kaya itu menjual asetnya itu dengan harga murah karena sangat mendesak membutuhkan uang. Tidak begitu lama, perusahaan bangkrut itu sudah mulai bangkit. Sekarang, orang bijak itu adalah orang terkaya di kota itu sedangkan pemilik lama perusahaan itu sekarang telah menjadi pekerja pada perusahaan yang dulu dimilikinya. Pekerja yang dulu sempat bertanya kepada orang bijak itu, berpapasan dengannya dan agak sedikit malu-malu. Orang bijak itu memperhatikan teman lamanya itu kemudian memajukan tangannya untuk memberi salam. Dengan canggung pekerja lama itu memberikan salam. Kemudian orang bijak itu berkata, “ini pasti berlalu.” Beberapa tahun kemudian, musibah datang melanda. Kebakaran hebat menghanguskan semua aset perusahaan. Pemilik lama meninggal akibat kecelakaan tersebut dan orang bijak itu pun jatuh miskin. Semua orang terkejut dengan kejadian tersebut dan semua pekerja pun kehilangan pekerjaan mereka. Jarang ada yang bertahan di kota tersebut setelah apa yang terjadi. Teman lama orang bijak itu pun pindah ke kota lain untuk mencari penghidupan. Sebelum berpindah, teman lama itu mengunjungi orang bijak itu. Teman lama mengira orang bijak akan bersedih dan merasa itu adalah akhir hidupnya sehingga dia mencoba menghibur, namun apa yang dipikirkannya tidak terjadi. Orang bijak itu tetap santai dan tetap tersenyum. Saat mereka berjabat tangan, orang bijak itu berkata, “ini pasti berlalu“. Teman lama itu di kota yang baru ternyata menuai sukses. Dia menjadi orang kaya yang sangat disegani. Kemudian suatu hari dia teringat dengan orang bijak itu dan berniat mengunjunginya. Menurut kabar, setelah perusahaan itu hangus, orang bijak itu jatuh miskin dan menjadi ustad di mesjid tersebut mengajarkan anak-anak mengaji. Ternyata, saat teman lama itu berkunjung, orang bijak itu telah wafat. Teman lama itu sungguh bersedih, dia pun meminta salah seorang di sana agar menunjukkan makam orang bijak itu. Teman lama itu mengunjungi makam orang bijak itu. Makamnya penuh dengan onak dan semak belukar karena tidak ada yang mengurusi. Orang bijak itu hampir tidak memiliki keluarga di kota tersebut. Sedangkan makan yang lain sepertinya terawat. Namun, di nisan orang bijak itu tertulis: “ini pasti berlalu” Tidak lama berselang. Kota itu terkena arus banjir bandang. Hampir semua rumah penduduk tenggelam. Begitu air surut, teman lama mengunjungi kota itu sekalian memberikan bantuan. Tidak lupa dia mengunjungi makam orang bijak tersebut, namun makam itu sekarang sudah tidak ada. Saat teman lama itu berjalan ke sisa-sisa puing perusahaan yang belum lagi dibangun setelah habis terbakar, dia malah menemukan nisan orang bijak tersebut, tergeletak bersama sisa lumpur yang mengotori puing-puing tersebut. Nisan itu telah polos, lumpur telah menutupi kata-kata, “ini pasti berlalu“. Bahkan ini pasti berlalu pun akan berlalu. Teman lama tersenyum, lantas terbahak. Orang-orang keheranan dengan sikap teman lama itu. Teman lama kemudian menyalami semua penduduk yang terluka, kelaparan, dan kondisi yang menyedihkan, sembari tidak lupa berkata, “tak ada yang abadi, ini pasti berlalu“.